Rabu, 22 April 2009

Reposisi Peran Perpustakaan dan Pustakawan di Era Library 2.0

Semenjak penetrasi internet gencar dilakukan di kampus-kampus perguruan tinggi, mahasiswa dan dosen selaku pemakai utama perpustakaan mulai bergeser arah dalam mencari informasi. Dalam memenuhi kebutuhan informasinya mereka lebih banyak memanfaatkan sarana internet. Harga Laptop juga semakin murah, penjualan laptop semakin meningkat sehingga banyak mahasiswa dan dosen yang memiliki laptop. Apabila dahulu hand phone yang mengikuti trend tehnologi menjadi sebuah kebutuhan maka kini laptop mulai menjadi sebuah kebutuhan bagi mereka. Mereka dapat mencari informasi dan hiburan di internet lewat fasilitas hot spot yang ada.
Berdasarkan pengamatan di lapangan, tingkat kunjungan ke perpustakaan menjadi meningkat, akan tetapi tingkat kunjungan ke ruang koleksi tidak seramai dahulu, sebelum penetrasi internet di tingkatkan. Pengunjung lebih banyak menggunakan fasilitas internet dengan alasan
Dapat mencari informasi dengan referensi yang lebih banyak, lebih cepat
Dapat mencari hiburan yang diinginkan
Dapat menjalin hubungan secara langsung (online) maupun tidak langsung (offline) dengan cara chatting, email dll.
Dapat menjalin social networking dengan teman-teman yang dimiliki.
Semua hal tersebut diatas dapat dilakukan secara langsung dalam satau waktu, satu alat dan satu tempat yaitu di laptop/PC.

Selasa, 07 April 2009

Teknologi di Perpustakaan

Diskusi tentang teknologi informasi, termasuk teknologi informasi di perpustakaan, khususnya lagi tentang aplikasi komputer, seringkali hanya menyangkut kebendaan teknologi: hardware, software, harga, alat, besar/kecil, kecepatan mesin, dan sebagainya. Saya rasa ada kesalahan besar dalam cara kita memandang teknologi, kalau cuma itu yang kita diskusikan. Juga salah besar kalau kita hanya bicara tentang "skill": ketrampilan, pengetahuan tentang produk terbaru, di mana membelinya, dan sebagainya. Apalagi kalau kita hanya membicarakan harga dan akhirnya berkonsentrasi pada nilai finansial sebuah teknologi

Ada yang kita lupakan, mungkin karena kita anggap tidak penting. Setiap teknologi --termasuk komputer-- mengandung tata nilai, dan di dalam tata nilai ini ada yang dinamakan "trust". Susah menerjemahkan secara tuntas, apa yang dimaksud dengan "trust" ini.

Barangkali contoh kongkrit bisa menjelaskan.

Pernahkah Anda tidak yakin atau tidak percaya bahwa mobil terbaru yang dijual di toko bisa berfungsi dengan baik? Saya yakin, jarang sekali orang yang tidak yakin bahwa mobil baru bisa jalan. Mobil pada umumnya adalah teknologi yang sudah mengandung nilai "trust" tinggi. Orang percaya kepada fungsinya. Tidak hanya itu, orang juga mengenakan banyak nilai kepada teknologi ini, mulai dari gengsi, hidup yang efisien, keamanan, dan sebagainya. Semua nilai ini membentuk "trust" yang kemudian menjadi bagian dari nilai kehidupan masyarakat umum.

Walaupun seseorang tidak punya "skill" sama sekali tentang permobilan, ia tetap bisa menggunakan "trust" ini kalau diminta menilai sebuah mobil baru. Orang yang tidak punya uang pun, tetap bisa menggunakan "trust" ini. Terlebih lagi, "trust" ini juga sudah komplit. Artinya, "trust" itu bukan hanya pada kebendaan. Bukan hanya pada yang tampak ketika kita melihat sebuah mobil. Masyarakat Indonesia sudah punya "trust" kepada mobil sampai kepada aspek-aspek yang tidak tampak. Kita menaruh hormat kepada pembuatnya (teknolognya), walaupun kita tidak tahu pembuatnya. Kita menaruh hormat kepada penjualnya, walaupun penjualnya menipu kita dengan harga kelewat tinggi. Kita bahkan menaruh hormat kepada semua pemilikmobil di Indonesia, walaupun sering juga marah kalau mobil kita diserempet.

Sekarang coba kita alihkan ke komputer di perpustakaan. Pernahkah Anda tidak yakin bahwa komputer bisa berfungsi? Saya yakin, jumlah orang yang menjawab "ya" akan lebih besar daripada yang menjawab "ya" soal mobil. Teknologi komputer di Indonesia adalah teknologi yang belum punya "trust" di masyarakat Indonesia. Ini terlepas dari banyaknya ahli teknologi yang "skill"-nya tinggi. Ini juga terlepas dari seberapa besar daya beli masyarakat. Ini juga terlepas dari seberapa banyak orang yang bisa menggunakan komputer (computer literate). Bandingkan jumlah orang yang "mengerti mobil" dengan jumlah orang yang "mengerti komputer". Mungkin sebanding. Tetapi "trust" ke mobil dan ke komputer berbeda jauh!

Mengapa "trust" kepada komputer rendah di Indonesia -khususnya di bidang perpustakaan?
Salah satu sebab utamanya, menurut saya, karena dominasi industri dan ketimpangan antara janji vendor dan unjuk-kerja sesungguhnya. Industri komputer di Indonesia selalu mengumbar janji muluk, dan para vendor selalu bicara kelewat tinggi. Padahal, ketika komputer dipakai di tempat kerja, hasilnya juga tidak seberapa. Perbankan Indonesia menggunakan komputer sangat canggih. Tetapi kebangkrutan dan "penipuan" kepada konsumen juga sangat tinggi. Jadi, teknologi komputer benar-benar tidak ada gunanya, kalau yang bicara adalah orang yang kehilangan tabungan gara-gara bank-nya brengsek.

Di dunia perpustakaan Indonesia, vendor komputer belum begitu dominan. Yang dominan adalah pribadi-pribadi dengan ketrampilan komputer lebih tinggi dari koleganya. Kalau tidak hati-hati, pribadi-pribadi ini nanti akan bertingkah laku seperti vendor-vendor komputer kampungan di Indonesia. Mereka akan mengumbar janji tentang kehebatan komputer, tetapi kemudian tidak bisa bertanggungjawab jika janjinya tidak terwujud.

Seorang rekan teknolog pernah bertanya kepada saya: mengapa sulit sekali mengembangkan teknologi komputer di perpustakaan, padahal sudah jelas komputer adalah teknologi hebat?
Saya jawab dengan mantap dan penuh percaya-diri: you have not gained their trust. Para teknolog kita belum dapat meyakinkan pustakawan, stakeholder perpustakaan, pemakai jasa perpustakaan, dan masyarakat sekitar perpustakaan, bahwa teknologi komputer berguna untuk kepustakawanan.

Sebuah tulisan dari Pak Putu Laxman Pendit yang perlu kita baca untuk merenungkan kembali mengenai teknologi di perpustakaan
sumber : http://kepustakawanan.blogspot.com/2004/08/teknologi-di-perpustakaan.html

Pengalamanku bikin web perpus dengan joomla


Sudah hampir lama saya vakum, tidak menengok sama sekali blogku ini karena kesibukan dan juga kelupaan.
Hampir setahun ini saya belajar terus mengenai semua yang ada di internet, mencoba membuat karya di dunia maya. Akhirnya, meskipun masih jauh dari sempurna jadilah web kantorku
Setahun aku terpesona dengan joomla, terpesona dengan kemudahan dan keindahan tampilannya. Untuk seorang web designer pemula seperti saya joomla terasa mudah dan menyenangkan. Saya juga pernah mencoba belajar Drupal. Bagi saya terasa lebih susah, meskipun lebih aman.
Mulanya saya langsung pakai joomla 1.5, coba banyak template dan ekstensi dari joomla. Setelah dirasa cukup dan mau hosting ke server inherent undip, ternyata ada masalah. Saya gak bisa nambah content, tampilan admin untuk nambah konten ternyata tidak tampil sempurna. Kemudian disarankan untuk ganti dengan joomla 1.0.